Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Syarif Hasan Nilai Warteg Belum Pantas Dipajaki

Jumat, 03/12/2010 18:48 WIB
http://www.detikfinance.com/read/2010/12/03/184546/1508815/4/syarif-hasan-nilai-warteg-belum-pantas-dipajaki

Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan menilai rencana Pemprov DKI Jakarta untuk memungut pajak dari usaha warteg sangat tidak pantas. Karena warteg merupakan sektor usaha berpendapatan kecil namun banyak menyerap tenaga kerja.

"Pada dasarnya kita mendorong mereka bagaimana mereka bisa eksis dulu, serap tenaga kerja, bagaimana mereka bisa meningkatkan ekonomi. Nanti dalam sekala besar baru kena pajak begitu. Saya setuju, jangan belum apa-apa mereka sudah dipungut pajak," ujarnya di Gedung SMESCO, Jakarta, Jumat (3/12/2010).

Seharusnya peemerintah saat ini adalah mendorong sektor ini meningkatkan pendapatannya secara signifikan. Sehingga aktivitas usahanya lebih besar dan lebih banyak tenaga kerja yang diserap.

"Kita akan evaluasi kembali. Kita akan pikirkan apakah pendapatan di atas Rp 60 juta itu sudah layak dipajaki," kata Syarif.

Meski begitu, dia mengakui, saat ini pajak memang menjadi salah satu sumber utama kota-kota besar seperti Jakarta untuk meningkatkan pendapatannya.

"Pemerintah itu memang membutuhkan dana dari pajak. APBN yang nilainya Rp 1.000 triliun itu 85% dari pajak. Permasalahannya apakah sudah saatnya warteg dipungut pajak? Itu memerlukan satu pembahasan yang komprehensif," tukas Syarif.

Usaha warteg sebagai salah satu turunan dari jenis usaha restoran, per 1 Januari 2011 mendatang akan dikenai pajak sebesar 10 persen. Pajak tersebut nantinya akan dibebankan kepada para pelanggan warteg.

Aturan mengenai pengenaan pajak tersebut tercantum dalam Perda Pajak Restoran yang saat ini sudah rampung digarap DPRD DKI. Untuk pempermulus penarikan pajak tersebut, Pemprov DKI juga akan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub). Perda pajak restoran sebenarnya turunan dari UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
(dnl/qom)

Analisa:
     Menurut saya, kebijakan ini belum tepat karena toh yang terkena imbasnya adalah rakyat menengah ke bawah. Pihak penjual tentunya akan membebankan biaya pajak ini ke konsumen. Nah lah kalo warteg 'kan tempat makannya tukang ojek, buruh dan pekerja-pekerja. Untuk hidup dan makan saja kadang-kadang kurang, nah kalo makan saja mahal bagaimana nasib mereka (apalagi yang telah berkeluarga). Padahal gaji dan upah mereka tidak naik. Selain merugikan konsumen, pemilik usaha juga akan terkena imbasnya berupa, sepinya pelanggan sehingga berpotensi gulung tikar atau mungkin PHK karena ingin menekan biaya. Jika sudah begitu bukannya masalah tambah runyam.
      Pada dasarnya pemilik warteg sudah kena pajak berupa retribusi dan saya rasa itu cukup berat bagi yang usahanya hanya kecil-kecilan. Mungkin akan lebih baik jika keputusan pajak sebesar 10% diperkecil, tapi akan lebih baik jika tidak diterapkan dulu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

5 komentar:

Merry Len Walker mengatakan...

Betul! Masa warteg disuruh bayar pajak. Sungguh tidak mengerti negeri ini. Saat ini persoalan dalam da luar negeri kita menumpuk. Jangan menambah lagi. Belum selesai satu masalah muncul lagi masalah lainnya. Karena itulah negeri ini tidak pernah kehabisan berita. :(

Vivi mengatakan...

akhirnya rakyat kecil lagi deh yg harus diperas..
aku setuju ama kamu lia, daripada narik pajak dari rakyat kecil yg pendapatannya pas2an, mending dibesarin aja pajak yang lain spt pajak mobil.. sekalian bisa mengerem kemacetan yg ada di kota2 besar.. krn pajak yg besar bisa mengurangi pembelian mobil.. solusinya pemerintah bisa meningkatkan fasilitas umum spt busway gitu..

Ferry mengatakan...

Pengadaan Pajak pada warteg, jika kita lihat dari sisi positifnya, hanya dialami oleh pemerintah yang mendapat pendapatan dari pajak sedangkan dilihat dari sisi negatif akan terjadi pengangguran yang disebabkan ada beberapa pihak yang berhenti untuk menjalankan usaha tersebut atau pengusaha kecil melakukan perampingan warteg :) (uda ramping di rampingkan lagi) dalam artian terjadi PHK terhadap karyawan untuk menekan biaya tenaga kerja.

Komentar saya terhadap Pemprov DKI Jakarta, perekonomian Indonesia mulai membaik karena pengangguran mulai berkurang, kok malah dipersulit lagi dengan pajak 10%, apakah rencana ini sudah dipertimbangkan dampak yang akan terjadi pada masa mendatang?

secara keseluruhan, saya setuju dengan analisa blog ini pada artikel tersebut. :)

Veranica Zhang mengatakan...

setuju ama lia. Apa jadinya kalo warteg pun akan dikenakan pajak 10%. Emang sih, nilai pajaknya kecil. Kita anggap Rp 10.000 harga makanan per piringnya, maka pajaknya cuma Rp 1.000. Tapi kan tetap aja membebankan rakyat karena yang mengkonsumsinya adalah kalangan menengah ke bawah. Tentunya uang Rp 1.000 tsb akan bernilai besar untuk mereka dan bisa dialokasikan untuk keperluan laen. Belum lg ditambah kurangnya manfaat yang dirasakan oleh rakyat atas pembayaran pajak2 tsb. Pemerintah seharusnya membenahi dulu transparansi keuangan negara barulah memungut pajak dari rakyatnya.

Noviaty mengatakan...

Pembayaran pajak memang diwajibkan oleh negara,karena katanya hasil dari pungutan pajak ini juga untuk pembangunan negara nantinya. Bila diwajibkan untuk pedagang kecil boleh saja asal jumlah yang dikenakan disesuaikan dengan pendapatan mereka. Namun sebelumnya pemerintah juga harus semakin memperketat sistem informasi mereka dalam hal pengurusan pajak, karena jangan sampai pajak yang sudah di bayar oleh rakyat nantinya malah masuk kantong pribadi sekelompok orang. Bagaimana negara bisa berkembang kalau begitu.

Posting Komentar